Tuesday, December 23, 2008

pembicaraan selama makan siang

Kemarin, ketika makan siang dengan beberapa teman kantor, kami membahas tentang suasana natal yang kemudian berlanjut menjadi pembicaraan mengenai ajaran agama. Kami bicara bertujuh. Saya dan seorang teman beragama Kristen, 2 orang laiinnya beragama Islam, dan 3 selebihnya beragama Katholik. Diawali dengan masing-masing dari kami yang membahsa dekorasi Natal di mall-mall di Jakarta. Teman saya yang Muslim bertanya, kenapa harus identik dengan salju, kenapa Natal harus selalu tampak mewah (dia terpengaruh film Home Alone, hehe), dan siapa itu Santa Clauss? Pertanyaan-pertanyaan ini dicoba dijawab oleh saya dan teman saya yang beragama Kristen. Kami menjelaskan bahwa itu hanya tradisi dari negara Barat, bahwa bukan itu makna Natal yang sesungguhnya. Kami menjelaskan bahwa kami merayakan kelahiran Tuhan Yesus yang kemudian menjadi juru selamat. Ternyata, teman saya yang Muslim itu udah tau kisah tentang Tuhan Yesus. Dia tanya, menurut pengajaran Kristen, Yesus itu Tuhan juga bukan. Kembali kami jawab bahwa Yesus itu Tuhan yang turun ke dunia dan menjadi manusia supaya Dia bisa lebih tergapai oleh manusia (intinya gitu deh, waktu itu panjang ngejelasinnya). Dia tanya lagi, jadi sebenernya ada 2 sosok Tuhan atau gimana? Selama dia jadi manusia, yang ambil alih sebagai Tuhan itu siapa? Jeng…jeng…pertanyaan yang sulit kami jawab, karena berhubungan dengan konsep Tritunggal.

Sebenarnya, teman saya yang Muslim ini udah tau cukup banyak tentang Yesus, makanya dia bisa tanya macem-macem. Dia bahkan bisa bilang Yesus itu anak Allah. Saya jadi makin sadar, ternyata sebegitu terkenalnya Tuhan Yesus. Jadi merasa makin sulit karena saya harus menjadi representasi Tuhan di dunia. Orang-orang di luar sana mengenal saya sebagai orang Kristen. Mereka tau agama Kristen identik dengan Tuhan Yesus, mempercayai Yesus sebagai jalan keselamatan, artinya, menjadikan Yesus sebagai teladan hidup. Jadi, ketika saya berbuat salah, nama Tuhan juga yang jelek.

Bagi beberapa orang, mungkin hal ini ga terlalu masalah, cukup dengan tidak berbuat jahat. Tapi ga bisa seperti itu. Ketika kita tidak melakukan apapun, kita juga salah, kita ga bisa jadi berkat bagi orang lain. Kita ga bisa jadi orang Kristen yang pasif. Cuma dengan aktif memancarkan kasih Tuhan maka nama Tuhan bisa dimuliakan.

Pembicaraan kami kemarin juga mengingatkan saya, saya belum sungguh-sungguh merenungi makna Natal bagi saya tahun ini, belum tahu, hadiah ulang tahun apa yang ingin saya berikan untuk Yesus? Guys, ketika Natal sudah semakin dekat, semakin tampak menyenangkan, tampak meriah, tampak hangat, sungguhkan hati kita siap? Jangan sampai perayaan Natal dengan berbagai kemewahannya justru hanya menjadi batu sandungan bagi orang-orang di sekitar kita. Jangan sampai kita justru membuat Yesus sedih di hari ulang tahunNya. Siapkah kita menjadi representasi Dia yang begitu terkenal itu? Siapkah kita memperlihatkan iman kita bukan hanya melalui status “agama”, tapi juga melalui seluruh langkah kita?

Selamat Natal yah…
You’ve been blessed, so, be a blessing for others.
Pay His love forward.

Thursday, November 27, 2008

jelmaan Dewi Durga

Kemarin saya membaca artikel mengenai seorang bayi yang lahir dengan 2 wajah. Bukan kembar siam. Seluruh organ dalamnya hanya ada 1. Tapi bayi ini mempunyai 4 mata, 2 hidung, dan 2 mulut. Telinganya juga hanya ada 2. Wajahnya saling menempel bersebelahan. Kalau mau tau persisnya, kalian bisa lihat di jawaban.com, di kolom kesehatan. Bayi ini terlahir dari keluarga petani miskin di suatu desa di India. Menurut dokter, seluruh organ tubuh si bayi berfungsi normal, ga ada masalah apa-apa. Tapi saya tetap prihatin ketika melihat foto bayi ini. Dia sih ga tampak kesakitan. Tapi membayangkan kalau saya harus hidup dengan 4 mata, 2 hidung, dan 2 mulut, bagaimana lingkungan akan memandang saya? Bagaimana bisa saya tampak menarik di hadapan pria-pria?

Tapi ternyata, oleh warga desa, si bayi sangat dipuja-puja. Dengan bentuk fisik yang seperti itu, dia dianggap sebagai jelamaan Dewi Durga. Orangtua si bayi juga tidak menganggap keadaan anaknya sebagai masalah. Setiap hari rumah si bayi dipenuhi warga yang datang untuk menyentuh kakinya sebagai bentuk penghormatan. Mereka juga memberi sumbangan untuk keluarga si bayi.

Seringkali, apa yang kita anggap sebagai hal buruk, justru merupakan hal baik bagi orang lain. Membaca berita ini, saya mencoba menyelami, bagaimana perasaan orangtua si bayi. Bagaimana bisa orangtua tenang-tenang saja melihat keadaan anaknya berbeda dari anak-anak lainnya? Tapi kemudian saya berpikir, yang menganggap anaknya itu berbeda kan lingkungan. Orangtuanya memilih untuk tidak menganggap anaknya berbeda, malah menganggap anaknya sebagai anugerah. Jadi, semuanya balik lagi kepada cara kita memandang suatu keadaaan. Keadaan seburuk apapun, kalau kita lihat secara positif, bisa memberikan dampak positif dalam hidup kita. Lagipula, ga ada kejadian yang terjadi secara kebetulan kan? Bayi tadi hanya 1 dari banyak anak yang terlahir dengan fisik yang tidak umum. Seringkali saya melihat mereka bisa berkarya secara luar biasa dalam hidup mereka. Tuhan menciptakan kita bukan tanpa tujuan. Jadi, kalau kita mau mengarahkan fokus hidup kita ke Tuhan, kita akan tahu bahwa Tuhan menciptakan kita secara sempurna, dengan tujuan mulia. Kalau sudah menyadari hal itu, kita akan sadar, betapa berharga kita di mata Dia. Kemudian, kita akan menjadi penuh sukacita dan memandang hidup dengan lebih positif. Kita ga akan punya waktu untuk mengasihani diri sendiri karena waktu kita habis untuk bersyukur. Dengan pandangan positif terhadap hidup, hidup juga akan menjadi lebih produktif. Akhirnya, kita akan bisa mengaktualisasikan diri kita secara optimal dan menjadi berkat bagi orang lain. Asyik kan? Hehehe.

Tuesday, September 9, 2008

tulisan pertama di blog

Untuk pertama kalinya saya menulis di blog. Jadi tergoda karena seorang teman rajin banget menulis di blog, dan berharap tulisan ini sedikit bisa memberi dampak baik bagi yang membaca =)
Sedikit perkenalan, saya Nirmala, cewek berusia 23 tahun. Lulus dari Fakultas Psikologi dan mencoba menuliskan hal-hal yang menginspirasi saya untuk menulis. Happy reading...

2 hari yang lalu, saya dan beberapa teman baru mengadakan acara Kebaktian Raya di gereja. Isinya tentang bagaimana seorang pemuda Kristen dapat menjadi terang dalam lingkungannya, dapat membawa pengaruh baik, dan membawa kasih. Acara berjalan dengan lancar. Apa yang kami inginkan dapat tercapai.

Ironisnya, tadi pagi saya mendapat kabar bahwa salah satu orang yang saya kenal, punya hubungan yang cukup dekat dengan saya, mencoba bunuh diri semalam. Dia, sebut saja namanya M, mencoba minum cairan pembunuh serangga. Lucky him, sebelum sempat minum, mamanya melihat kejadian tersebut dan sempat mencegah.
M, seorang pria, masih muda, berusia sekitar 25 tahun saat ini. Telah menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki. Perjalanan hidupnya memang tampak tidak menyenangkan. Dia menikah karena pasangannya hamil di luar nikah, dan sepengetahuan saya, saat ini dia terjerat narkoba. Tapi, saya tidak tahu, apa yang menyebabkan ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Percobaan bunuh dirinya banyak mengganggu pikiran saya.
Pertama, saya baru saja mengadakan acara mengenai bagaimana saya, sebagai bagian dari pemuda kristen, dapat membawa kasih dan pengaruh baik bagi lingkungan. Kenyataannya, masih ada, bahkan mungkin banyak, orang di sekitar saya yang tidak merasakan dampak apapun dari saya. Lebih tepatnya, saya tidak berhasil membawa pengaruh baik. Saya telah banyak merasakan kasih Tuhan, di dalam hati saya, saya juga ingin orang lain merasakan kasih itu. tapi apa yang telah saya lakukan? Nihil. Saya sibuk dengan pertumbuhan iman saya sendiri, saya asyik dengan teman-teman saya yang juga bahagia karena merasakan kasih Tuhan. Akhirnya, saya melupakan orang lain, termasuk orang-orang terdekat saya. Saya tahu ia terjerat narkoba, tapi tidak berusaha mendekatinya. Saya tahu bahwa dia mencari kedamaian sejati, tapi tidak mengenalkan kasih Tuhan padanya. Saya dihalangi oleh rasa takut, hingga kemudian menjadi apatis. Merasa bodoh, merasa tidak berguna, merasa hanya mampu bicara tanpa berbuat. Bahkan, sampai saat dimana saya menulis blog ini, saya masih tidak tahu apa yang dapat saya lakukan bagi M. Saya begitu merasa bersalah karena berusaha menjadikan orang lain sebagai "generation of light", tetapi saya sendiri tidak mampu melakukannya. Apa gunanya hidup ini kalau hanya diisi untuk kepentingan diri sendiri dan tidak menjadi perpanjangan tangan Tuhan bagi sesama?

Kedua, hidup yang kita hadapi, hari esok yang akan kita hadapi, tergantung pada jalan yang kita pilih hari ini. Ketika kecil, saya cukup akrab dengan M. Saya melihatnya sebagai anak yang cerdas dan menyenangkan. Memang menyimpan aura pemberontak di dalamnya, tapi tidak terbayang bahwa hidupnya akan menjadi seperti ini. kedua orangtuanya dan kakaknya begitu menyayangi dia. Keadaan ekonominya juga tidak sulit. Pilihan dia sendiri yang menyebabkan dia menjadi seperti ini. Saya mencoba menyelami, ketika dia memutuskan untuk bunuh diri, apa yang ada dalam pikirannya? Apa dia membayangkan bagaimana hidup anaknya kelak? Hidup istrinya? Pengorbanan kedua orangtuanya bagi dia selama ini?
Apa yang membuat dia memilih untuk mati dibanding hidup?
Ternyata hidup memang terlalu menakutkan bagi sebagian orang. Kebahagiaan tampak terlalu jauh bagi sebagian orang. Padahal, seperti kata pepatah, kebahagiaan itu adalah pilihan. Masalah boleh datang bertubi-tubi dalam hidup manusia, tapi, kita sendiri yang memutuskan apakah ingin tetap bahagia walau tertimpa banyak masalah, atau terdiam dan menangisi hidup.

Teman, kalau kalian bisa merasa sedikit kebahagiaan saat ini, jangan lupa membagikan kebahagiaan itu pada orang lain. Kasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri. Jangan sampai menyesal karena kehilangan kesempatan untuk mengasihi orang lain.
Kalau kalian merasa hidup begitu menyebalkan, tidak adil, dan berat. Pilihlah untuk tetap bahagia. Berpikirlah secara positif. Coba untuk tetap tersenyum. Kalian tidak sendiri. Minimal saya, akan mencoba berdoa untuk setiap orang yang sedang bersedih.

GBU